Istilah dalam Perjanjian
Internasional
Traktat
(Treaty)
Artinya,
perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang sifatnya lebih formal
karena mempunyai kekuatan hukum yang lebih mengikat bagi pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian. Dengan kata lain, para peserta yang membuat perjanjian
tidak dapat menarik diri dari kewajiban-kewajibannya tanpa persetujuan dan
pihak-pihak yang bersangkutan.
Konvensi
(Convention)
Artinya,
jenis penjanjian yang digunakan bagi hal- hal yang lebih khusus dibandingkan
dengan traktat, namun bersifat multilateral. Dengan kata lain, konvensi tidak
menyangkut kebijaksanaan tingkat tinggi dan harus ditandatangani oleh
wakil-wakil yang berkuasa penuh.
Pakta
(Pact)
Antinya,
pensetujuan yang lebih khusus jika dibandingkan dengan traktat. Jadi pakta
merupakan traktat dalam arti sempit sehingga pakta pun harus mendapat
pengesahan (ratifikasi).
Penikatan
(Arrangement)
Antinya,
suatu bentuk perjanjian yang tidak seresmi traktat atau konvensi. Oleh kanena
itu, perikatan merupakan persetujuan yang biasanya hanya digunakan bagi
transaksi-transaksi yang bersifat sementara.
Pensetujuan
(Agreement)
Artinya,
suatu penjanjian yang bensifat teknis/administratif sehingga persetujuan tidak
seresmi traktat/konvensi cukup ditandatangani oleh wakil-wakil departemen dan
tidak perlu diratifikasi.
Dekiarasi
(Declaration)
Artinya,
penjanjian yang digunakan dengan tujuan menunjukkan suatu penjanjian yang
menyatakan hukum yang ada, membentuk hukum yang baru, atau untuk menguatkan
beberapa prinsip kebijaksanaan umum.
Piagam
(Statute)
Artinya,
perjanjian yang menunjukkan himpunan peraturan yang ditetapkan oleh perjanjian
internasional untuk mengatur fungsi lembaga internasional atau anggaran
dasarnya, seperti piagam mahkamah internasional (statute of the
international court of justice).
Convenant
Artinya,
suatu istilah yang digunakan oleh piagam Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang disebut
dengan The convenant of the league of nations tahun 1920.
Charter
Artinya,
istilah yang digunakan dalam perjanjian internasional yang diadakan oleh PBB
dan mempunyai fungsi administratif. Dengan kata lain, PBB dalam membuat
anggaran dasarnya berbentuk charter. Misalnya, Atlantic Charter 1941, dan The
charter of the united nations 1945. 10.
Protokol
(Protocol)
Artinya,
perjanjian yang sifatnya kurang resmi dibandingkan dengan traktat atau
konvensi. Biasanya protokol digunakan sebagai naskah tambahan dan konvensi.
Namun, protokol tidak kalah petingnya daripada konvensi itu sendiri. Misalnya,
protokol tambahan terhadap Konvensi Jenewa 1949.
Modus Vivendi
Artinya,
perjanjian internasional yang merupakan dokumen untuk mencatat persetujuan
tanpa memerlukan ratifikasi dan bersifat sementara. Maksud sementara adalah
sampai diwujudkan hasil perjanjian yang lebih tetap (permanen) dan rinci
(sistematis).
Ketentuan
penutup (Final act)
Artinya,
dokumen dalam bentuk catatan ringkasan dan hasil konferensi, seperti catatan
mengenai negara peserta, para utusan dari negara-negara yang turut dalam
perundingan, dan segala kesimpulan tentang hal-hal yang disetujui konferensi.
Ketentuan penutup ini tidak memerlukan ratifikasi.
Ketentuan
Umum (General Act)
Artinya,
traktat yang bensifat resmi atau tidak resmi. Liga bangsa-bangsa pernah
menggunakan istilah ini, seperti dalam menyelesaikan permasalahan secara damai
dan pentikaian internasional (arbitrasi) pada tahun 1928.
Tahap-Tahap Perjanjian
Internasional
Perundingan (Negotiation)
Pembuatan
perjanjian internasional biasanya dimulai dengan perundingan di antara
negara-negara yang akan membuatnya. Hal ini dilakukan dengan alasan kebutuhan
atau kepentingan dan kemampuan negara-negara yang bersangkutan agar kelak dapat
dihindari adanya masalah.
Isi
dari perundingan yang dilakukan biasanya menyangkut beberapa masalah pokok,
antara lain menyangkut masalah politik, masalah keamanan, masalah pertikaian,
masalah perdagangan, masalah pertikaian dalam bidang ekonomi, masalah
pertikaian dalam bidang sosial-budaya, masalah pertikaian dalam bidang
pertahanan, serta masalah-masalah lainnya yang menyangkut pembentukan dan
pelaksanaan perjanjian internasional.
Dalam
rangka membentuk perjanjian internasional, tidak semua orang dapat melakukan
perundingan. Menurut ketentuan hukum internasional tentang kuasa penuh (powers
full), seseorang hanya dapat dianggap mewakili suatu negara dengan sah
apabila ia dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers atau credential).
Kecuali, jika dan semula peserta konferensi sudah menentukan bahwa surat kuasa
penuh seperti yang dijelaskan tidak diperlukan: Keharusan menunjukan surat
kuasa penuh, tidak berlaku bagi kepala negara, kepala pemerintahan (perdana
menteri), menteri luar negeri, atau yang karena jabatannya dianggap sudah
mewakili negaranya dengan sah dan dapat melakukan segala tindakan untuk
mengikat negaranya pada perjanjian yang diadakan, termasuk perwakilan
diplomatik.
Penandatanganan (Signature)
Setelah
perundingan selesai, dilanjutkan dengan pengesahan bunyi naskah yang merupakan
tindakan formal. Bagi perjanjian multilateral (perjanjian yang dilakukan oleh
beberapa negara), penandatanganan naskah perjanjian dapat dilakukan apabila
disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) suara peserta yang hadir. Kecuali,
jika ada ketentuan lain yang mengatumya. Adapun dalam perjanjian bilateral
(perjanjian yang dilakukan oleh dua negara), penerimaan secara bulat dan penuh
mutlak diperlukan oleh kedua belah pihak yang melakukan perundingan.
Persetujuan dalam bentuk penandatanganan merupakan suatu tindakan yang sangat
penting dalam rangka mengikatkan diri dalam suatu penjanjian internasional.
Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak saat ditandatanganinya tanpa harus
menunggu adanya ratifikasi (pengesahan).
Pengesahan (Ratification)
Dalam
pelaksanaan suatu perjanjian, adakalanya suatu perjanjian belum mengikat
sepenuhnya sehingga diperlukan proses ketiga, yaitu pengesahan. Pengesahan
tanda tangan atau ratifikasi dilakukan oleh wakil negara yang turut serta dalam
perundingan. Maksudnya, untuk meyakinkan bahwa utusan tersebut benar-benar
melakukan tugasnya serta tidak melampaui wewenangnya. Degan kata lain,
ratifikasi sebenamya memiliki aid sebagai persetujuan secara formal terhadap
petjanjian yang melahirkan kewajiban-kewajiban internasional agar suatu
perjanjian berlaku bagi setiap negara peserta.
Lembaga persyaratan
(Reservation)
Hal
lain yang biasa ditemukan dalam perjanjian internasional adalah lembaga
persyaratan. Keberadaan lembaga ini sangat dibutuhkan oleh negara-negara yang
ikut serta dalam penjanjian internasional, khususnya perjanjian yang sifatnya
multilateral. Lembaga persyaratan dibutuhkan karena biasanya ada saja
negara-negara peserta yang kurang sepenuhnya menerima isi materi perjanjian
atau kurang sesuai dengan kepentingan nasional negaranya. Selain itu,
dimungkinkan pula merugikan kepentingan nasional negaranya sehingga untuk melaksanakannya
dibutuhkan persyaratan-persyaratan tertentu.
Berdasarkan
hal tersebut, lembaga persyaratan adalah pernyataan yang diajukan oleh suatu
negara untuk dapat terikat pada perjanjian. Artinya, dalam melakukan
perjanjian, negara yang mengajukan persyaratan tidak berarti harus mengundurkan
diri dari perjanjian, tetapi tetap terikat terhadap apa-apa yang diajukan dan
membawa keuntungan bagi negaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar